Senin, 29 Desember 2014

Good Corporate Governance

Good Corporate Governance

Good Corporate Governance pada dasarnya merupakan suatu sistem (input, Proses, output)  dan seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara berbagai pihak yang kepentingan (stakeholders) terutama dalam arti sempit hubungan antara pemegang saham, dewan komisaris, dan dewan direksi demi tercapainya tujuan perusahaan. Good Corporate Gorvernance dimasukkan untuk mengatur hubungan - hubungan ini dan mencegah terjadinya kesalahan kesalahan signifikan dalam strategi perusahaan dan untuk memastikan bahwa kesalahan kesalahan yang terjadi dapat di perbaiki dengan segera. Pengertian ini dikutip dari buku Good Corporate Governance pada badan usaha manufaktur, perbankan dan jasa keuangan lainnya (2008:36) Rogers W’ O Okot Uma dari common wealt secrtariat london (ndraha 2003:629) mendefinisikan Good Governance sebagai, “compressing the prossesing and structure guides political and sosial economic relationship, with patricular reference to commitment to democratic values, norms and honest business” atau mempersingkat proses struktur yang mengatur hubungan ekonomi, sosial dan politis dengan acuan tertentu untuk memenuhi nilai nilai demokratis, norma norma dan bisnis yang sehat.
Tim GCG BPKP mendefinisikan Good Corporate Governance sebagai suatu komitmen, aturan main serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika.
Dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara nomor: Kep-117/M-Mbu/2002 tentang penerapan praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dijelaskan bahwa, Corporate Governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka penjang dengan memperhatikan stakeholder lainnya berlandaskan peraturan,perundangan dan etika. Dari pengertian diatas terdapat berapa hal penting yang terkandung dalam Good Corporate Governance, antara lain adalah:
1.           Efektivitas yang bersumber dari budaya perusahaan, etika, nilai, sistem, proses bisnis, kebijakan dan struktur organisasi perusahaan yang bertujuan untuk mendukung dan mendorong pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan efisien, pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholder lainnya.

2.           Seperangkat prinsip, kebijakan manajemen perusahaan yang diterapkan bagi terwujudnya operasional perusahaan yang efisien, efektif dan profitable dalam menjalakan organisasi dan bisnis perusahaan untuk mencapai sasaran strategis yang memenuhi prinsip prinsip praktek bisnis yang baik dan penerapannya sesuai dengan peraturanyang berlaku, peduli terhadap lingkungan dan dilandasi oleh nilai nilai sosial budaya yang tinggi.

3.           Seperangkat peraturan dan sistem yang mengarah kepada pengendalian perusahaan bagi penciptaan pertambahan nilai bagi pihak pemegang kepentingan (pemerintah, pemegang saham, pimpinan perusahaan dan karyawan) dan bagi perusahaan itu sendiri.

Menurut Kartiwa (2004:7.8) terdapat dua prespektif tentang Good Corporate Governance yaitu:
a.       Prespektif yang memandang Corporate Governance sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dalam rangka meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
b.      2 Prespektif yang lain Good Corporate Governance menekankan pentingnya pemenuhan tanggung jawab badan usaha sebagai entinitas bisnis dalam masyarakat dan stakeholders.

Contoh kasus :

Bank BNI
·         Profil Singkat Bank BNI
Bank BNI didirikan pada tahun 1946. Perusahaan publik ini mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemerintah Republik Indonesia. Bank BNI merupakan bank terbesar nomor 3 di Indonesia setelah Bank Mandiri dan BCA dengan total aset pada tahun 2003 sebesar IDR. 131,49 triliun.
Visi : Menjadi Bank kebanggaan nasional yang unggul dalam layanan dan kinerja
Misi : Memaksimalkan stakeholder value dengan menyediakan solusi keuangan yang fokus pada segmen pasar korporasi, komersial dan consumer




·         Budaya Perusahaan
a.       BNI adalah bank umum berstatus perusahaan publik.
b.      BNI berorientasi kepada pasar dan pembangunan nasional.
c.       BNI secara terus menerus membina hubungan yang saling menguntungkan dengan nasabah dan mitra usaha.
d.      BNI mengakui peranan dan menghargai kepentingan pegawai.
e.       BNI mengupayakan terciptanya semangat kebersamaan agar pegawai melaksanakan tugas dan kewajiban secara profesional.

·         Ringkasan Kasus
Awal terbongkarnya kasus menghebohkan ini tatkala BNI melakukan audit internal pada bulan Agustus 2003. Dari audit itu diketahui bahwa ada posisi euro yang gila gila besarnya, senilai 52 juta euro. Pergerakan posisi euro dalam jumlah besar mencurigakan karena peredaran euro di Indonesia terbatas dan kinerja euro yang sedang baik pada saat itu. Dari audit akhirnya diketahui ada pembukaan L/C yang amat besar dan negara bakal rugi lebih satu triliun rupiah.

Penjelasan mengenai L/C fiktif BNI tersebut adalah sebagai berikut :
§  Waktu kejadian : Juli 2002 s/d Agustus 2003
§  Opening Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd.
§  Total Nilai L/C : USD.166,79 juta & EUR 56,77 juta atau sekitar Rp. 1,7 trilyun
§  Beneficiary/Penerima L/C : 11 perusahaan dibawah Gramarindo Group dan
2 perusahaan dibawah Petindo Group.
§  Barang Ekspor : Pasir Kuarsa dan Minyak Residu
§  Tujuan Ekspor : Congo dan Kenya
§  Skim : Usance L/C






·         Kronologi :
a)      Bank BNI Cabang Kebayoran Baru menerima 156 buah L/C dengan Issuing Bank : Rosbank Switzerland, Dubai Bank Kenya Ltd, The Wall Street Banking Corp, dan Middle East Bank Kenya Ltd. Oleh karena BNI belum mempunyai hubungan koresponden langsung dengan sebagian bank tersebut di atas, mereka memakai bank mediator yaitu American Express Bank dan Standard Chartered Bank.
b)      Beneficiary mengajukan permohonan diskonto wesel ekspor berjangka (kredit ekspor) atas L/C-L/C tersebut di atas kepada BNI dan disetujui oleh pihak BNI. Gramarindo Group menerima Rp 1,6 trilyun dan Petindo Group menerima Rp 105 milyar.
c)      Setelah beberapa tagihan tersebut jatuh tempo, Opening Bank tidak bisa membayar kepada BNI dan nasabahpun tidak bisa mengembalikan hasil ekspor yang sudah dicairkan sebelumnya.
d)     Setelah diusut pihak kepolisian, ternyata kegiatan ekspor tersebut tidak pernah terjadi.
e)      Gramarindo Group telah mengembalikan sebesar Rp 542 milyar, sisanya (Rp 1.2 trilyun) merupakan potensi kerugian BNI.

Dalam menanggapi kasus ini manajemen Bank BNI mengatakan bahwa tidak ada ekspor fiktif dan belum ada kerugian, tetapi yang ada hanya potensi kerugian (potential losses). Pertanyaannya adalah apakah mungkin kerugian sebesar itu terjadi tanpa ekspor fiktif ? Minimnya informasi mengenai sistem pembayaran perdagangan internasional melalui letter of credit (L/C) menimbulkan semakin banyaknya pertanyaan mengenai kasus pembobolan Bank BNI.

·         Solusi
Sistem dan prosedur pengamanan transaksi L/C, khususnya di bank-bank BUMN, termasuk Bank BNI, cukup baik karena telah dibangun dan disempurnakan selama bertahun tahun, antara lain berdasarkan pengalaman pengalaman pahit masa lampau.
Akan tetapi, sistem pengamanan yang baik saja tidak cukup. Masih diperlukan sikap dari para petugasnya. Sekalipun sistem pengamanan sudah demikian baik, tetapi apabila para petugas bank sengaja melanggar sistem dan prosedur dengan tujuan yang tidak baik, bank akan kebobolan juga. Bank selalu dihadapkan pada pilihan dilematis antara pengamanan dan pelayanan kepada nasabah. Pengamanan yang terlalu ketat akan menghasilkan pelayanan yang mengecewakan nasabah. Sebaliknya, pelayanan yang dirasakan sangat memuaskan nasabah akan mengorbankan sistem pengamanan. Menghadapi dilema ini, bank harus bijak dan mampu membangun prosedur kerja yang tetap dapat menjamin keamanan, namun pelayanan bank memuaskan bagi nasabah.
Dari penelitian, ternyata transaksi dalam kasus Bank BNI ini merupakan transaksi bermasalah dengan indikasi transaksi tersebut dilakukan tanpa mengikuti ketentuan intern Bank BNI. Transaksi L/C kedua grup usaha yang menjadi beneficiary telah dinegosiasikan oleh Bank BNI Kebayoran Baru dengan diskonto tanpa didahului adanya akseptasi dari bank penerbit.
Di samping itu, dokumen dokumen L/C mengandung penyimpangan dan negosiasi L/C dilakukan tanpa kelengkapan dokumen. Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan oleh kantor besar Bank BNI, para eksportir, yaitu perusahaan perusahaan yang termasuk Gramarindo Group dan Petindo Group ternyata telah melakukan ekspor fiktif.
Hal ini terungkap antara lain dari hasil verifikasi kepada Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyangkut Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB) Gramarindo Group, Pejabat Bea Cukai cabang Belitung menyatakan bahwa PEB tersebut palsu.
Sementara itu pula, penyelesaian pembayaran hasil transaksi ekspor (proceed) dari beberapa slip L/C tersebut yang telah dinegosiasikan dilakukan bukan oleh bank pembuka L/C (issuing bank), melainkan dilakukan oleh para eksportir sendiri dengan cara melakukan penyetoran atau melalui pendebetan rekening para eksportir tersebut.
Sebagaimana diketahui, atas laporan kantor besar Bank BNI pada tanggal 30 September 2003, pihak kepolisian telah menahan pegawai Bank BNI Kebayoran Baru yang terlibat, yaitu Koesadiyuwono (mantan pemimpin cabang Bank BNI Kebayoran Baru) dan Edi Santoso (mantan Customer Service Manager Luar Negeri cabang Bank BNI Kebayoran Baru).


Sumber :
http://myblog-heru.blogspot.com/2012/10/pengertian-good-corporate-governance.html

Senin, 10 November 2014

Contoh perusahaan Yang Tidak Melakukan CSR

Contoh perusahaan Yang Tidak Melakukan CSR

TANGGUNG jawab sosial perusahaan atau CSR (corporate social responsibility) kini jadi frasa yang semakin populer dan marak diterapkan perusahaan di berbagai belahan dunia. Menguatnya terpaan prinsip good corporate governance seperti fairness, transparency, accountability, dan responsibility telah mendorong CSR semakin menyentuh “jantung hati” dunia bisnis.

Di tanah air, debut CSR semakin menguat terutama setelah dinyatakan dengan tegas dalam UU PT No. 40 Tahun 2007 yang belum lama ini disahkan DPR. Disebutkan bahwa PT yang menjalankan usaha di bidang dan/atau bersangkutan dengan sumber daya alam wajib menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan (Pasal 74 ayat 1).

Namun, UU PT tidak menyebutkan secara terperinci berapa besaran biaya yang harus dikeluarkan perusahaan untuk CSR serta sanksi bagi yang melanggar. Pada ayat 2, 3, dan 4 hanya disebutkan bahwa CSR “dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanaannya dilakukan dengan memerhatikan kepatutan dan kewajaran.” PT yang tidak melakukan CSR dikenakan sanksi sesuai dengan peraturan dan perundang-undangan. Ketentuan lebih lanjut mengenai CSR ini baru akan diatur oleh peraturan pemerintah yang hingga kini belum dikeluarkan
.
Akibatnya, standar operasional mengenai bagaimana menjalankan dan mengevaluasi kegiatan CSR masih diselimuti kabut misteri. Selain sulit diaudit, CSR juga menjadi program sosial yang “berwayuh” wajah dan mengandung banyak bias.

Sebagai contoh, PT Aneka Tambang, Tbk. dan Rio Tinto menempatkan masyarakat dan lingkungan sekitar sebagai stakeholders dalam skala prioritasnya. Sementara itu, stakeholders dalam skala prioritas bagi produk konsumen seperti Unilever atau Procter & Gamble adalah para customer-nya.

Sumber            :

Perusahaan yang Menerapkan CSR

Perusahaan yang Menerapkan CSR
Aqua adalah sebuah air merek dalam kemasan (AMDK) yang lahir atas gagasan almarhum Tirto Utomo (1990-1994),dan diproduksi oleh PT Aqua Golden  Mississipi. PT Danone Aqua Tbk adalah pelopor industri air minum dalam kemasan (AMDK) di Asia tenggara, salah satunya Indonesia.Mengingat Aqua adalah perusahaan yang telah melayani masyarakat hampir 40 tahun. Oleh karena itu dirasa penting Aqua melakukan kegiatan CSR, dalam rangka sebagai wujud komitmen dan tanggung jawab sosial perusahaan dengan menerapkan kegiatan berbasis masyarakat dalam menjalankan programnya. Kampanye yang telah dimulai sejak tahun 2007 ini juga adalah sebuah kampanye berkelanjutan mengenai kebaikan alam (Goodness of nature)
Contoh perusahaan yang menerapkan CSR adalah PT PLN (Persero).
PLN telah “berkomitmen menjadikan tenaga listrik sebagai media untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat, mengupayakan tenaga listrik menjadi pendorong kegiatan ekonomi dan menjalankan kegiatan usaha yang berwawasan lingkungan”, PLN bertekad menyelaraskan pengembangan ketiga aspek dalam penyediaan listrik, yaitu ekonomi, sosial dan lingkungan. Untuk itu, PLN mengembangkan Program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai wujud nyata dari Tanggungjawab Sosial Perusahaan Wewenang dan tanggung jawab Program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL) dan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) PT PLN (Persero), mencakup di antaranya:
  • Menyusun dan melaksanakan kebijakan pemberdayaan masyarakat di lingkungan perusahaan sebagai bagian dari tanggung jawab sosial perusahaan dan CSR dengan lingkup kegiatan Community relation, Community Services, Community Empowering dan Pelestarian alam.
  • Menyusun dan melaksanakan program kepedulian sosial perusahaan.
  • Menyusun dan melaksanakan program kemitraan sosial dan bina UKM dan peningkatan citra perusahaan.
  • Memastikan tersedianya dan terlaksananya program pelestarian alam termasuk penghijauan dan upaya pengembangan citra perusahaan sesuai dengan prinsip Good Corporate Governance.

SUMBER :
http://www.usaha-kecil.com/pengertian_csr.html
http://komunikasia.net/riset/kesuksesan-csr-aqua-danone


Sabtu, 11 Oktober 2014

Contoh Perusahaan Yang Sudah Menerapkan Etika Dalam Berbisnis 

1.    PT POS INDONESIA Dalam Menerapkan Etika Bisnis
Salah satu upaya untuk meningkatkan kinerja suatu perusahaan/organisasi adalah dengan cara menerapkan Good Corporate Governance (GCG). Penerapan Good Corporate Governance (GCG) merupakan pedoman bagi Komisaris dan Direksi dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dengan dilandasi moral yang tinggi, kepatuhan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial perseroan terhadap pihak yang berkepentingan (stakeholders) secara konsisten. 
Maksud dan tujuan penerapan Good Corporate Governance di Perusahaan adalah sebagai berikut:
      1.    Memaksimalkan nilai Perusahaan dengan cara meningkatkan prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan adil agar Perusahaan memiliki daya saing yang kuat, baik secara nasional maupun internasional.
     2.    Mendorong pengelolaan Perusahaan secara profesional, transparan dan efisien, serta memberdayakan fungsi dan meningkatkan kemandirian.
      3.  Mendorong agar manajemen Perusahaan dalam membuat keputusan dan menjalankan tindakan dilandasi nilai moral yang tinggi dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku, serta kesadaran akan adanya tanggung jawab sosial Perusahaan terhadap stakeholders maupun kelestarian lingkungan di sekitar Perusahaa.
      4.   Meningkatkan kontribusi Perusahaan dalam perekonomian nasional
      5.   Meningkatkan nilai investasi dan kekayaan Perusahaan
A.    PEDOMAN ETIKA BISNIS DAN TATA PERILAKU (CODE OF CONDUCT)
       1.    LATAR BELAKANG DAN SISTEMATIKA ETIKA BISNIS DAN TATA PERILAKU (CODE OF CONDUCT)
a)      Pedoman Etika Bisnis dan tata perilaku ini merupakan penjabaran dari praktik-praktik Good Corporate Governance sebagaimana tertuang dalam Keputusan bersama Komisaris dan Direksi PT Pos Indonesia nomor: KD.74/Dirut/1209 dan nomor: 649/Dekom/1209 tanggal 22 Desember 2009 tentang Panduan Penerapan Good Corporate Governance di PT Pos Indonesia (Persero), khususnya yang tercantum dalam Bab VII, yaitu Kebijakan perusahaan tentang perilaku Etis/Etika Bisnis.
b)      PT POS INDONESIA (Persero) berkomitmen untuk melaksanakan praktik-praktik Good Corporate Governance atau Tata Kelola perusahaan yang baik sebagai bagian dari Bisnis untuk pencapaian Visi dan Misi perusahaan. Code of Conduct ini merupakan salah satu wujud komitmen tersebut dalam menjabarkan Tata Nilai Dasar PT POS INDONESIA (Persero) ke dalam interpretasi perilaku yang terkait dengan etika Bisnis dan tata perilaku.
c)      Etika Bisnis dan Tata Perilaku (Code of Conduct) ini disusun untuk menjadi acuan perilaku bagi Direksi dan pekerja sebagai Insan POS INDONESIA dalam mengelola perusahaan guna mencapai Visi, Misi dan tujuan perusahaan.
          2.      TUJUAN ETIKA BISNIS DAN TATA (CODE OF CONDUCT)
          Penerapan Etika Bisnis dan Tata Perilaku (Code of Conduct) ini dimaksudkan untuk :
a)         Mengidentifikasikan nilai-nilai dan standar etika selaras dengan Visi dan Misi perusahaan.
b)        Menjabarkan Tata Nilai sebagai landasan etika yang harus diikuti oleh insan POS INDONESIA dalam melaksanakan tugas.
c)         Menjadi acuan perilaku insan POS INDONESIA dalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab masing-masing dan berinteraksi dengan stakeholders perusahaan.
d)        Menjelaskan secara rinci standar etika agar insan POS INDONESIA dapat menilai bentuk kegiatan yang diinginkan dan membantu memberikan pertimbangan jika menemui keragu-raguan dalam bertindak.
        3.      STANDAR ETIKA BISNIS POS INDONESIA
        Sedangkan standar-standar etika bisnis yang diterapkan oleh POS Indonesia antara lain :
1)        Etika perusahaan tentang integritas dalam aktiva bisnis dan pekerjaan
2)        Etika perusahaan dengan pemegang saham
3)        Etika perusahaan dengan pekerja ( hubungan industrial )
4)        Etika perusahaan dengan konsumen
5)        Etika perusahaan dengan pesaing
6)        Etika perusahaan dengan penyedia barang dan jasa/rekaan
7)        Etika perusahaan dalam pengadaan dan kontrak pekerjaan
8)        Etika perusahaan dengan mitra kerja POS Indonesia
9)        Etika perusahaan dengan kreditur / investor POS Indonesia
10)    Etika perusahaan dengan pemerintan
11)    Etika perusahaan dengan masyarakat
12)    Etika perusahaan dengan media massa
13)    Etika perusahaan dengan pengelolaan lingkungan
14)    Etika perusahaan dengan organisasi profesi POS Indonesia.
Sumber:
http://www.garuda-indonesia.com/id/investor-relations/good-corporate-governance/corporate-governance-manual/etika-bisnis-dan-etika-kerja.page
http://handyleonardoetikabisnis.blogspot.com/2012/09/pengertian-etika-etika-bisnis-dan.html

contoh perusahaan yang tidak beretika bisnis



Etika bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
Perusahaan meyakini prinsip bisnis yang baik adalah bisnis yang beretika, yakni bisnis dengan kinerja unggul dan berkesinambungan yang dijalankan dengan mentaati kaidah-kaidah etika sejalan dengan hukum dan peraturan yang berlaku.
Etika Bisnis dapat menjadi standar dan pedoman bagi seluruh karyawan termasuk manajemen dan menjadikannya sebagai pedoman untuk melaksanakan pekerjaan sehari-hari dengan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional.
Pelaku usaha dan pemerintah daerah dinilai masih mengabaikan masalah lingkungan.Hal ini terlihat dari masih adanya kawasan industri di Riau yang beroperasi tanpa terlebih dahulu memenuhi kewajiban stu di Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
Dikatakan Makruf, memang ada beberapa kendala yang tidak sinkron antara perusahaan di daerah dengan KLH RI. Di perusahaan-perusahaan penggunaan oli dan limbah Accu menjadi dasar penilaian proper (program peringkat). Padahal jika jujur, banyak perusahaan yang sudah mengajukan ijin tersebut ke pusat. Namun seringkali keluar ijinnya sangat lama.
" Limbah oli perusahaan itu setahunnya hanya 2 drum. Sementara limbah accu setahun paling-paling hanya 2 atau 4 buah. Masak dengan jumlah segitu masalah perijinannya harus ke pusat juga," terangnya.
" Untuk PT Torganda seharusnya pemerintah pusat sudah melakukan pendekatan yustisi. Karena perusahaan kelapa sawit itu sudah menebang hutan lindung dan pembuangan limbahnya tidak sesuai dengan IPAL yang ada. Sekarang tinggal menunggu apakah Mentri KLH berani melakukan pendekatan yustisi kepada Torganda atau tidak," ungkapnya. Perusahaan ini Bergerak dibidang tanaman Khususnya Tanaman Kelapa sawit yang ada di Medan.
Tak tanggung-tanggung dalam menuntaskan kasus dugaan penggunaan kawasan hutan tanpa izin, Kementerian Kehutanan melaporkan sejumlah kepala daerah ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Sepertinya bakal makin banyak kepala daerah atau mantan kepala daerah yang masuk bui karena korupsi. Hal itu terjadi jika dugaan penyalahgunaan wewenang dalam pemberian izin penggunaan kawasan hutan bisa dibuktikan.
Ya, Kementerian Kehutanan sudah melaporkan kepala daerah di enam kabupaten ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) karena diduga menyalahgunakan wewenang dalam penerbitan izin penggunaan kawasan hutan. “Bupati yang terlibat bisa hanya enam atau bahkan 12, jika bupati periode sebelumnya juga terbukti menyalahgunakan wewenang,” ujar Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Kementerian Kehutanan, Darori di Jakarta, Kamis (23/6) lalu.
Bos PT Torganda Darianus Lungguk Sitorus terpidana perkara perambahan hutan negara tanpa izin.Meski Sitorus mengajukan peninjauan kembali atas putusan kasasi yang menghukumnya 8 tahun penjara,namun keputusan eksekusi terhadap lahan yang dikuasai Sitorus tetap dilakukan pemerintah.(Ahat/Red).
kesimpulan dan saran :
dari kasus diatas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dilakukan PT. TORGANDA sangatlah merugikan, baik untuk pihak perusahaan maupun pihak yang lainnya. seharusnya kita sebagai manusia yang hidup di alam yang kaya akan kekayaan alam ini menjaga dan melestarikan, bukan hanya memakai dan menebang hutan sembarangan lalu tidak memikirkan ancaman dan bahaya dikemudian hari. kita harus bergotong royong membangun industri yang beretika mulai hari ini.

sumber :
http://pttorganda.indonetwork.co.id/
http://id.wikipedia.org/wiki/Etika_bisnis
http://agroindonesia.co.id/2011/06/28/prosedur-tak-beres-berujung-bui/
http://apindonesia.com/new/index.php?option=com_content&task=view&id=40
 

 

Pengertian Etika Bisnis, Indikator Etika Bisnis, Prinsip Etika Dalam Berbisnis

I. PENGERTIAN ETIKA BISNIS
Etika Bisnis merupakan cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.
II. INDIKATOR ETIKA BISNIS
Dari berbagai pandangan tentang etika bisnis, beberapa indikator yang dapat dipakai untuk menyatakan apakah seseorang dan suatu perusahaan telah melaksanakan etika bisnis dalam kegiatan usahanya antara lain adalah: Indikator ekonomi; indikator peraturan khusus yang berlaku; indikator hukum; indikator ajaran agama; indikator budaya dan indikator etik dari masing-masing pelaku bisnis.
1. Indikator Etika bisnis menurut ekonomi adalah apabila perusahaan atau pebisnis telah melakukan pengelolaan sumber daya bisnis dan sumber daya alam secara efisien tanpa merugikan masyarakat lain.
2. Indikator etika bisnis menurut peraturan khusus yang berlaku. Berdasarkan  indikator ini  seseorang pelaku bisnis dikatakan  beretika dalam bisnisnya apabila masing-masing pelaku bisnis mematuhi aturan-aturan khusus yang telah disepakati sebelumnya.
3. Indikator etika bisnis menurut hukum. Berdasarkan indikator hokum seseorang atau suatu perusahaan dikatakan telah melaksanakan etika bisnis  apabila  seseorang pelaku  bisnis  atau  suatu perusahaan telah mematuhi   segala   norma  hukum   yang   berlaku   dalam   menjalankan kegiatan bisnisnya.
4. Indikator  etika   berdasarkan   ajaran   agama.   Pelaku  bisnis   dianggap beretika  bilamana  dalam  pelaksanaan  bisnisnya  senantiasa  merujuk kepada nilai- nilai ajaran agama yang dianutnya.
5. Indikator etika berdasarkan nilai budaya.  Setiap pelaku  bisnis baik secara individu maupun kelembagaan telah menyelenggarakan bisnisnya dengan mengakomodasi nilai-nilai budaya dan adat istiadat yang ada disekitar operasi suatu perusahaan, daerah dan suatu bangsa.
6.   Indikator etika bisnis menurut masing-masing individu adalah apabila masing-masing pelaku bisnis bertindak jujur dan tidak mengorbankan integritas pribadinya.
III. PRINSIP ETIKA DALAM BERBISNIS
Secara umum, prinsip-prinsip yang dipakai dalam bisnis tidak akan pernah lepas dari kehidupan keseharian kita. Namun prinsip-prinsip yang berlaku dalam bisnis sesungguhnya adalah implementasi dari prinsip etika pada umumnya.
1.    Prinsip Otonomi
Orang bisnis yang otonom sadar sepenuhnya akan apa yang menjadi kewajibannya dalam dunia bisnis. la akan sadar dengan tidak begitu saja mengikuti saja norma dan nilai moral yang ada, namun juga melakukan sesuatu karena tahu dan sadar bahwa hal itu baik, karena semuanya sudah dipikirkan dan dipertimbangkan secara masak-masak. Dalam kaitan ini salah satu contohnya perusahaan memiliki kewajiban terhadap para pelanggan, diantaranya adalah:
(1)     Memberikan produk dan jasa dengan kualitas yang terbaik dan sesuai dengan tuntutan mereka;
(2)     Memperlakukan pelanggan secara adil dalam semua transaksi, termasuk pelayanan yang tinggi dan memperbaiki ketidakpuasan mereka;
(3)     Membuat setiap usaha menjamin mengenai kesehatan dan keselamatan pelanggan, demikian juga kualitas Iingkungan mereka, akan dijaga kelangsungannyadan ditingkatkan terhadap produk  dan  jasa perusahaan;
(4)     Perusahaan harus menghormati martabat manusia dalam menawarkan, memasarkan dan mengiklankan produk.
Untuk bertindak otonom, diandaikan ada kebebasan untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan keputusan yang menurutnya terbaik. karena kebebasan adalah unsur hakiki dari prinsip otonomi ini. Dalam etika, kebebasan adalah prasyarat utama untuk bertindak secara etis, walaupun kebebasan belum menjamin bahwa seseorang bertindak secara otonom dan etis. Unsur lainnya dari prinsip otonomi adalah tanggungjawab, karena selain sadar akan kewajibannya dan bebas dalam mengambil keputusan dan tindakan berdasarkan apa yang dianggap baik, otonom juga harus bisa mempertanggungjawabkan keputusan dan tindakannya (di sinilah dimung-kinkan adanya pertimbangan moral). Kesediaan bertanggungjawab merupakan ciri khas dari makhluk bermoral, dan tanggungjawab disini adalah tanggung jawab pada diri kita sendiri dan juga tentunya pada stakeholder
.
2.    Prinsip Kejujuran
Bisnis tidak akan bertahan lama jika tidak ada kejujuran, karena kejujuran merupakan modal utama untuk memperoleh kepercayaan dari mitra bisnis-nya, baik berupa kepercayaan komersial, material, maupun moril. Kejujuran menuntut adanya keterbukaan dan kebenaran. Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang berkaitan dengan kejujuran:
1.      Kejujuran relevan dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Pelaku bisnis disini secara a priori saling percaya satu sama lain, bahwa masing-masing pihak jujur melaksanakan janjinya. Karena jika salah satu pihak melanggar, maka tidak mungkin lagi pihak yang dicuranginya mau bekerjasama lagi, dan pihak pengusaha lainnya akan tahu dan tentunya malas berbisnis dengan pihak yang bertindak curang tersebut.
2.      Kejujuran relevan dengan penawaran barang dan jasa dengan mutu dan harga yang baik. Kepercayaan konsumen adalah prinsip pokok dalam berbisnis. Karena jika ada konsumen yang merasa tertipu, tentunya hal tersebut akan rnenyebar yang menyebabkan konsumen tersebut beralih ke produk lain.
3.      Kejujuran relevan dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan yaitu   antara   pemberi    kerja   dan   pekerja, dan berkait dengan kepercayaan. Perusahaan akan hancur jika kejujuran karyawan ataupun atasannya tidak terjaga.
3.    Prinsip Keadilan
Prinsip ini menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan kriteria yang rasional objektif dan dapat dipertanggungjawabkan. Keadilan berarti tidak ada pihak yang dirugikan hak dan kepentingannya. Salah satu teori mengenai keadilan yang dikemukakan oleh Aristoteles adalah:
1.      Keadilan legal. Ini menyangkut hubungan antara individu atau kelompok masyarakat  dengan negara. Semua  pihak dijamin untuk mendapat perlakuan yangsama sesuai dengan hukum yang berlaku. Secara khusus dalam bidang bisnis, keadilan legal menuntut agar  Negara bersikap netral dalam memperlakukan semua pelaku ekonomi, negara menjamin kegiatan bisnis yang sehat dan baik dengan mengeluarkan aturan dan hukum bisnis yang berlaku secara sama bagi semua pelaku bisnis.
2.      Keadilan komunitatif. Keadilan ini mengatur hubungan yang adil antara orang yang satu dan yang lain. Keadilan ini menyangkut hubungan vertikal antara negara dan warga negara, dan hubungan horizontal antar warga negara. Dalam bisnis keadilan ini berlaku sebagai kejadian tukar, yaitu menyangkut pertukaran yang fair antara pihak-pihak yang terlibat.
3.      Keadilan distributif. Atau disebut juga keadilan ekonomi, yaitu distribusi ekonomi yang merata atau dianggap adil bagi semua warga negara. Dalam dunia bisnis keadilan ini   berkaitan dengan prinsip perlakuan yang sama sesuai dengan aturan dan ketentuan   dalam perusahaan yang juga adil dan baik.
4.    Prinsip Saling Menguntungkan
Prinsip ini menuntut agar semua pihak berusaha untuk saling mengun­tungkan satu sama lain. Dalam dunia bisnis, prinsip ini menuntut persaingan bisnis haruslah bisa melahirkan suatu win-win situation.
5.    Prinsip Integritas Moral
Prinsip ini menyarankan dalam berbisnis selayaknya dijalankan dengan tetap menjaga nama baiknya dan nama baik perusahaan.
Dari kelima prinsip yang tentulah dipaparkan di atas, menurut Adam Smith, prinsip keadilanlah yang merupakan prinsip yang paling penting dalam berbisnis. Prinsip ini menjadi dasardan jiwa dari semua aturan bisnis, walaupun prinsip lainnya juga tidak akan terabaikan. Karena menurut Adam Smith, dalam prinsip keadilan khususnya keadilan komutatif berupa no harm, bahwa sampai tingkat tertentu, prinsip ini telah mengandung semua prinsip etika bisnis lainnya. Karena orang yang jujur tidak akan merugikan orang lain, orang yang mau saling menguntungkan dengan pibak Iain, dan bertanggungjawab untuk tidak merugikan orang lain tanpa alasan yang diterima dan masuk akal.
Sumber :
Ernawan, Erni. 2011. Business Ethics. Penerbit: Alfabeta. Bandung